Terinspirasi oleh pondok pesantren modern seperti Gontor
dan Al Basyariah yang mempunyai majalah sebagai sarana informasinya, pada
Pebruari 2006 Andri Wibowo, Diki Sandikadam dan Ubaydillah, mendirikan Salisan.
Sebagai sebuah media, Salisan memiliki tujuan untuk mengembangkan bakat tulis
menulis siswa atau santrinya demi mencetak prestasi.
                Pada
hakikatnya, kata Salisan itu sendiri diambil dari kata “Sa-ucap” yang berasal
dari bahasa Sunda dimana pada saat itu ketiga pionir media yang kebetulan belum
punya nama ini, menyambangi Kiai Oom untuk meminta nama bagi media yang mereka
ajukan. Dan, Pak Kiai pun memberi nama “Salisan” dengan alasan selain mudah
diucapkan juga mudah untuk diingat. Dengan menggunakan bahasa kirata, kata
Salisan itu pun lantas memikili arti yang lain, yakni sebuah kepanjangan yang
berarti “Saluran Informasi Singkat Pagelaran.”
                Tak
lama setelah itu, pada bulan Maret di tahun yang sama, Salisan edisi pertama
pun terbit. Walau hanya dengan instrumen dan sumber daya manusia seadanya,
Salisan pada akhirnya bisa sampai ke tangan pembaca baik santri maupun orang tua
santri. Dalam pada ini, Salisan tidak hanya menjadi sarana informasi, melainkan
juga sebagai media promosi Pondok Pesantren Pagelaran Tiga. Secara teknis,
Salisan dibagikan kepada santri pada saat perpulangan yang biasa dilakukan satu
bulan sekali.
                Lantas
Salisan pun terbit di bulan-bulan selanjutnya. Keadaan ini membuat Andri
mengambil keputusan untuk merekrut beberapa orang untuk dijadikan staff yang
tugasnya meliput serta mencari berita yang ada di sekitar pondok pesantren.
Peliputan sendiri berkisar soal kegiatan yang terjadi di pondok, termasuk salah
satunya adalah peringatan hari-hari besar Islam (PHBI).
                Namun,
bukannya tanpa hambatan. Setelah beberapa edisi Salisan terbit, salah satu
pionir Salisan, yaitu Andri, menuntaskan studinya dari sekolah (SMA Plus)
Pagelaran. Hengkangnya Andri membuat Salisan diambil alih oleh Dandy Sehabudin.
Selanjutnya nama Dandy Sehabudin dan Kiki Nurafif secara berurutan memimpin
media ini. Namun pada saat kepemimpinan Syarif, Salisan mulai “kehilangan
taringnya.” Hal ini dikarenakan tidak adanya bimbingan dan pengetahuan ihwal
tulis menulis di antara pemegang media ini.
Tepat pada pertengahan 2009,
penerbitan Salisan pun tersendat-sendat di tiap-tiap bulannya. Dan secara
resmi, pada saat kepemimpinan Sahid, Salisan mulai vakum hingga sekarang,
bahkan mungkin bisa dibilang mati suri. (Rika Sa’adah/”Salisan”) 

Tidak ada komentar:
Posting Komentar